Tokoh utama daIam gerakan NU kembali ke Khittah 1926.Kiai Achmad Siddiq adalah putra bungsu dari KH Muhammad Siddiq dengan Nyai Maryam. Ia Iahir di TaIangsari, Jember, Jawa Timur, pada 10 Rajab 1344 H/24 Januari 1926. Kakak kandungnya, KH Machfudz Siddiq, adalah ketua HBNO pada tahun 1937-1944.Selain mengaji kepada orang tuanya, Kiai Achmad Siddiq juga menempuh pendidikan dasar di Sekolah Rakyat (SR) Islam di Jember. Setelah itu, ia belajar di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, yang diasuh Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari pada awal 1940.Ia merupakan santri yang sejak semuIa menunjukkan karismanya. Ia cerdas dan tawadhu. la juga dikenal sebagai orang yang sanggup memegang ilmu tuwo. Tak hanya teman-teman santri, para asafidz juga segan kepadanya. Teman-teman seangkatannya di Tebuireng kelak menjadi ulama penting di NU. Mereka adalah KH Munasir Ali, KH Sullam Samsun, KH Muchith Muzadi, dan Iain-lain.Di Pesantren Tebuireng, Kiai Achmad Siddiq menjadi salah satu kader utama dari KH A. Wahid Hasyim. Ia belajar tentang pengembangan watak dan integritas seorang santri kepada Kiai Wahid. Ia juga belajar tentang kemampuan berorganisasi, termasuk belajar mengetik.Seusai menuntut ilmu di Tebuireng, Kiai Achmad Siddiq aktif di kegiatan NU. Dakwah-dakwah keagamaannya dilakukan di Pesantren ash-Shiddiqiyyah milik orang tuanya di Talangsari. Ia juga pada 1945 menjadi Koordinator GPII se-Karesidenan Besuki (Jember, Situbondo, Bondowoso, dan Banyuwangi). GPII adaIah ormas pemuda di bawah naungan Masyumi.Aktivitas politik Kiai Achmad Siddiq mulai menonjol ketika pada 1955 menjadi anggota DPR RI dari Partai NU. Ia juga menempati posisi yang sama pada 1971. Namun, enam tahun kemudian ia memilih pulang kampung dan memirnpin pesantren yang dipercayakan oIeh orang tuanya.Sebagaimana Iaiknya kiai pesantren NU, tali silaturahmi adalah hai yang sangat penting untuk dijaga. Mengunjungi kiai sepuh merupakan tradisi yang terus dikembangkan oleh kalangan pesantren hingga sekarang. Kiai Achmad Siddiq pun sering bersilahturahmi kepada kiai-kiai sepuh NU lainnya.Pada suatu ketika ia bersilaturahmi kepada KH Mas'ud atau Gus Ud, salah satu kiai khos di Pagerwojo, Sidoarjo. Saat itu, ada banyak tamu yang sedang mendengarkan dhawuh (nasihat) Gus Ud. Di sela-sela dhawuh, Gus Ud berkata bahwa nanti akan ada tamu yang datang. Sang tamu adalah caIon pemimpin uIama-uIama di Indonesia.Ternyata, tamu yang dimaksud Gus Ud adalah Kiai Achmad Siddiq. Pada saat ia datang, Gus Ud Iangsung memperkenalkan dan menyuruh semua tamunya untuk takdzim. Kiai Achmad Siddiq pun tak bisa berbuat apa-apa.Rupanya ia kemudian betul-betul menjadi pimpinan para ulama. Dalam Muktarnar NU ke-27 di Asembagus, Situbondo, ia menawarkan gagasan Khittah Nahdliyyah yang merupakan landasan berpikir, bersikap, dan bertindak warga NU. Gagasan ini pada dasarnya sudah dibicarakan oleh Kiai Achmad Siddiq sejak tahun 1978 dan didiskusikan dengan KH A. Muchith Muzadi.Kiai Muchith Muzadi menyusun kerangka hasil diskusi tersebut dan dikoreksi oleh Kiai Achmad Siddiq. Akhirnya, gagasan tersebut menjadi utuh dan dibacakan dalam Muktamar Situbondo. Gagasan ini tertuang dalam buku Khittah Nahdliyyah karya Kiai Achmad Siddiq. Gagasan Iain yang cemerlang darinya adalah konsep hubungan Islam dan Pancasila. Praktik politiknya adalah penerimaan NU atas Pancasila sebagai asas tunggal di Indonesia. Sejak saat itu, kiai-kiai NU berpandangan bahwa Indonesia adalah sebuah negara yang sudah final. Keberadaan NU dirumuskan oleh Kiai Achmad Siddiq dalam fikrah nahdliyyah.la juga menyampaikan gagasan tentang konsep tiga ukhuwah NU dalam kanteks keindonesiaan, yaitu: 

(1) Ukhuwah islamiyah (konsep hubungan persaudaraan sesama umat muslim); 

(2) Ukhuwah wathaniyah (konsep persaudaraan sesama warga bangsa); 

(3) Ukhuwuh basyariyah (konsep yang bersandarkan pada hubungan persaudaraan sesama umat manusia).

Berbagai gagasan dari kiai karismatik ini terus mewarnai perjalanan NU selanjutnya. Selain itu, Kiai Achmad Siddiq dikenal tegas memegang prinsip. Sebagaimana laiknya kiai yang tinggal di pesantren, ia setiap hari selalu mendengar lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an dan syair-syair dari suara santri. la juga memimpin pengajian sehari-hari. Menariknya, ia memiliki apresiasi yang tinggi terhadap kesenian modern. la dikenal sebagai kiai yang gemar mendengarkan dan mendendangkan lagu-lagu Michael Jackson.KH Achmad Siddiq wafat pada 23 Januari 1991 setelah dirawat di Rumah Sakit Dr, Soetomo Surabaya. Jauh-jauh hari sebelumnya, KH Hamim lazuli atau Gus Miek, ulama karismatik yang memimpin Sema’an Al-Qur’an Mantab, sudah “meminang” orang-orang yang akan dimakamkan di Kompleks Pemakaman Aulia di Desa Mojo, Kediri. Kiai Achmad Siddiq menerima “pinangan” tersebut. la pun berwasiat sebelum meninggal dunia untuk dimakamkan di sana.

RF | Dari berbagai sumber

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama