Singkatan dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia. Organisasi kemahasiswaan Islam yang berafiliasi dengan NU. Organisasi ini didirikan di Surabaya pada 17 April 1960 oleh Mahbub Djunaidi, M. Tholhah Mansoer, M. Laily Mansur, dan beberapa yang lain.Kelahiran organisasi ini diwarnai perdebatan panas. Para sesepuh NU waktu itu menginginkan agar para mahasiswa tetap bergabung di IPNU (lkatan Pelajar Nahdlatul Ulama) saja. Mereka menganggap pendirian itu bersifat memecah belah persatuan mahasiswa Islam. Mereka menginginkan mahasiswa cukup bernaung di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) saja. Mahbub Djunaidi salah satu pendiri PMII, sebelumnya dikenal sebagai aktivis HMI.Sebelum pendirian PMII, telah ada usaha untuk mendirikan organisasi mahasiswa NU. Di antaranya, lkatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama (IMANU) yang dipelopori oleh Wa’il Harits Sugianto (1955) di Jakarta dan KMNU (Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama) yang dipelopori Mustahal Ahmad (1956) di Surakarta. Namun, kedua organisasi ini bubar dan tidak berlanjut karena tidak direstui, bahkan ditentang oleh Pimpinan Pusat IPNU dan PBNU. IPNU baru saja berdiri dua tahun sebelumnya, 24 Februari 1954 di Semarang. IPNU khawatir keberadaan IMANU atau KMNU akan memperlemah eksistensi IPNU.


Gagasan pendirian organisasi mahasiswa NU selalu mengalami penentangan, termasuk pada Muktamar ll IPNU di Pekalongan (1-5 Januari 1957). Alasannya lagi-lagi, karena dianggap akan menjadi pesaing bagi IPNU. Karena itulah, pada muktamar III IPNU di Cirebon (27-31 Desember 1958) dibentuk Departemen Perguruan Tinggi IPNU yang diketuai oleh lsma'il Makki (Yogyakarta) untuk menjembatani perbedaan cara pandang antara mahasiswa dan pelajar. Tetapi, departemen ini tidak berhasil menghapus perbedaan itu. Para mahasiswa di IPNU tetap merasa tidak leluasa berpikir dan bergerak.Kegelisahan mahasiswa NU di IPNU dan ditambah situasi NU saat itu yang memang membutuhkan dukungan anak muda dari sayap mahasiswanya dalam memainkan peran sosial dan politiknya, membuat pendirian sebuah organisasi mahasiswa NU tak bisa ditolak lagi. Sementara itu, mahasiswa NU yang bergabung di HMI (Himpunan Mahasiswa lsIam), satu-satunya organisasi mahasiswa Islam saat itu, dianggap cenderung lebih mendukung Masyumi.Keinginan mendirikan organisasi mahasiswa NU mencapai puncaknya pada Konferensi Besar (Konbes) IPNU I di Kaliurang, 14-17 Maret 1960. Dari forum inilah muncul keputusan perlunya mendirikan organisasi mahasiswa NU secara khusus di perguruan tinggi. Selain itu, Konbes Kaliurang juga menghasilkan keputusan penunjukan tim perumus pendirian organisasi yang terdiri dari 13 tokoh mahasiswa NU. Mereka adalah: A. Chalid Mawardi (Jakarta), M. Said Budairy (Jakarta), M. Sobich Ubaid (Jakarta), Makmun Syukri (Bandung), Hilman (Bandung), Ismail Makki (Yogyakarta), Munsif Nakhrowi (Yogyakarta), Nuril Huda Suaidi (Surakarta), Laily Mansyur (Surakarta), Abd. Wahhab Jaelani (Semarang), Hizbulloh Huda (Surabaya), M. Kholid Narbuko (Malang), dan Ahmad Hussein (Makassar). Kemudian tiga mahasiswa yaitu Hizbulloh Huda, M. Said Budairy, dan Makmun Syukri diutus untuk sowan ke Ketua Umum PBNU kala itu, K.H. Idham Chalid.


Pada 14-16 April 1960 diadakan musyawarah mahasiswa NU di Sekolah Mu’alimat NU Wonokromo, Surabaya, yang dihadiri perwakilan mahasiswa NU dari Jakarta, Bandung, Semarang, Surakarta, Yogyakarta, Malang, Surabaya, dan Makassar, serta perwakilan senat perguruan tinggi yang bernaung di bawah NU. Pendirian organisasi mahasiswa sudah mantap, hanya nama yang belum sepakat. Yogyakarta mengusulkan nama Himpunan atau Perhimpunan Mahasiswa Sunny. Dari Bandung dan Surakarta mengusulkan nama PMII. Akhirnya, nama PMII yang disepakati. Huruf "P" merupakan singkatan dari Pergerakan sehingga PMII menjadi “Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia”. Musyawarah juga menghasilkan susunan Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga organisasi serta memilih dan menetapkan Mahbub Djunaidi sebagai Ketua Umum, M. Chalid Mawardi sebagai Wakil Ketua, dan M. Said Budairy sebagai Sekretaris Umum. Ketiga orang tersebut diberi amanat dan wewenang untuk menyusun kelengkapan kepengurusan PB PMII. PMII dideklarasikan secara resmi pada tanggal 17 April 1960 M atau bertepatan dengan tanggal 17 Syawwal 1379 H.PMII tersusun dari empat kata yaitu “Pergerakan”, “Mahasiswa”, “Islam”, dan “Indonesia”. Makna “Pergerakan” adalah dinamika dari hamba (makhluk) yang senantiasa bergerak menuju tujuan idealnya memberikan kontribusi positif pada alam sekitarnya. “Pergerakan” menuntut upaya sadar untuk membina dan mengembangkan potensi ketuhanan dan kemanusiaan agar gerak dinamika menuju tujuan tersebut selalu berada di dalam kualitas kekhalifahannya. Pengertian “Mahasiswa” adalah golongan generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai identitas dan citra diri sebagai insan religius, insan dinamis, insan sosial, dan insan mandiri. Dari identitas mahasiswa tersebut terpantul tanggung jawab keagamaan, intelektual, sosial kemasyarakatan, dan tanggung jawab individual, baik sebagai hamba Tuhan maupun sebagai warga bangsa dan negara. Terakhir, kata “Islam” yang disandang PMII adalah Islam sebagai agama yang dipahami dengan haluan/ paradigma Ahlussunah wal Jama'ah.


PMII memiliki lambang berbentuk perisai dengan warna kuning di bagian atas dan warna biru di bagian bawah. Bagian atas terdapat 5 bintang dengan warna putih, lalu di bagian bawah ada tulisan PMII di tengah-tengahnya, dan di bawahnya ada 4 bintang. Lambang yang diciptakan H. Said Budairy ini memiliki makna: dari segi bentuk, perisai berarti ketahanan dan keampuhan mahasiswa Islam terhadap berbagai tantangan dan pengaruh dari luar.Bintang melambangkan ketinggian dan semangat cita-cita yang selalu memancar. Lima bintang sebelah atas menggambarkan Rasulullah saw. dengan empat sahabat terkemuka (Khulafaur Rasyidin). Empat bintang sebelah bawah menggambarkan empat mazhab yang berhaluan Ahlusunnah wal Jama'ah. Sembilan bintang sebagai jumlah bintang dalam Iambang dapat berarti ganda, yakni: Rasulullah dan empat orang sahabat serta empat orang imam mazhab itu laksana bintang yang selalu bersinar cemerlang, mempunyai kedudukan tinggi dan menjadi penerang umat manusia. Juga bisa bermakna sembilan orang pemuka penyebar Agama Islam di Indonesia yang disebut Wali Songo.


Sedangkan dari segi warna, biru, berarti kedalaman ilmu pengetahuan yang harus dimiliki dan digali. Biru juga menggambarkan Iautan yang menggenangi kepulauan Indonesia dan merupakan kesatuan Wawasan Nusantara. Biru muda, sebagaimana warna dasar perisai sebelah bawah, berarti ketinggian ilmu pengetahuan, budi pekerti dan takwa. Kuning, sebagaimana warna dasar perisai sebelah bawah, berarti identitas kemahasiswaan yang menjadi sifat dasar pergerakan, lambang kebesaran, dan semangat yang selalu menyala serta penuh harapan menyongsong masa depan.Pendirian PMII sangat strategis bagi NU. Di perguruan-perguruan tinggi, nama NU muncul berkat kehadiran PMII. Awal pendiriannya mengundang kehadiran elite mahasiswa saat itu. Cabang-cabangnya menyebar hampir ke seluruh penjuru tanah air. Tercatat waktu itu ada 114 cabang PMII di seluruh Indonesia.Pada peralihan kekuasaan politik tahun 1965-1966, PMII ikut memainkan peran penting. Salah seorang tokohnya saat itu, M. Zamroni, menjadi Ketua KAMI, yang banyak memainkan peran dalam demonstrasi-demontrasi menuntut Tritura dan penurunan Soekarno. Sejak awal, PMII diandaikan sebagai organisasi mahasiswa di bawah NU. Ia merupakan perpanjangan tangan NU di kalangan anak muda, Iebih khusus lagi mahasiswa. Cita-cita dan tujuannya pada dasarnya adalah cita-cita dan tujuan NU. Tetapi, hubungan dengan NU ini, menjadi rumit ketika pada awal 1970-an, konsolidasi kekuasaan Orde Baru melakukan depolitisasi penyederhanaan partai, penekanan pada program bukan pada ideologi, back to campus kepada mahasiswa, dan lain-lain. NU, yang kala itu masih sebagai partai, menjadi tertekan, begitu juga PMII yang menjadi onderbouw-nya.


Keadaan inilah yang mendorong Iahirnya Deklarasi Murnajati pada 17 Juli 1971, yang menyatakan PMII sebagai organisasi independen. Maksudnya PMII tidak berafiliasi dengan organisasi atau partai politik apa pun, termasuk Nahdlatul Ulama (NU). Pernyataan independensi ini kemudian diperkuat lagi dengan Iahirnya Manifes Independensi pada Kongres PMII di Ciloto, Jawa Barat, 1973. Tahun 1974, PMII bergabung ke dalam Kelompok Cipayung.Pernyataan Independensi ini membuat gamang PMII dalam kaitannya dengan NU. Di satu sisi, mereka lahir dari rahim NU dan memang dimaksudkan sebagai organisasi mahasiswa NU. Di sisi lain, mereka menyatakan independensi, yang sama artinya dengan memotong akar sosial dan sejarah mereka sendiri. Kegamangan inilah yang mewarnai hubungan PMII-NU.Pada praktiknya, pernyataan itu sekadar formalitas belaka. PMII tetap menjadi bagian dari dan sekaligus perpanjangan NU, baik secara struktural maupun fungsional. Bertahun-tahun sekretariat PMII menumpang di Kantor PBNU. Secara kultural dan ideologis, PMII tetaplah mahasiswa penganut Islam Ahlussunnah wal Jama'ah dan nasionalis-religius sebagaimana NU.


Kebanyakan alumni PMII menjadi tulang punggung NU, baik di tingkat cabang, wilayah, maupun pusat. Kenyataan ini menunjukkan bahwa PMII memang organisasi kader bagi NU. Sampai saat ini, PMII telah berganti dan memiliki 15 Ketua Umum: 

Mahbub Djunaidi (1960-1967, tiga periode)

M. Zamroni (1967-1973, dua periode)

Abduh Paddare (1973-1976)

Ahmad Bagdja (1977-1981)

Muhyiddin Arubusman (1981-1984) Suryadharma Ali (1985-1988)

M. Iqbal Assegaf (1988-1991)

AIi Masykur Musa (1991-1994)

Muhaimin Iskandar (1994-1997)

Syaiful Bahri Anshori (1997-2000)

Nusron Wahid (2000-2002)

Malik Haramain (2003-2005)

Hery Herianto Azumi (2005-2008)

Rodli Kaelani (2005-2011) 

Adin Jauharuddin (2011-2013).

Muhammad Abdullah Syukri (2021-2024).


Sumber : NU ONLINE 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama