ألْحَمْدُ ِللهِ. اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ حَمْدًا يُوَافِيْ نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ، يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلَالِ وَجْهِكَ وَلِعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ لَا أُحْصِيْ ثَنَاءَكَ عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُهُ، خَيْرُ نَبِيٍّ أَرْسَلَهُ اللهُ إِلَى الْعَالَمِ كُلِّهِ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً وَسَلَامًا مُتَلَازِمَيْنِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ أَمَّا بَعْدُ، فَيَاأَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ: وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةًۗ وَسَاۤءَ سَبِيْلًا
Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah swt,
Segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan kita berbagai macam kenikmatan sehingga kita dapat memenuhi panggilan-Nya untuk menunaikan shalat Jumat. Nikmat yang harus digunakan dalam rangka memenuhi syariat yang telah ditetapkan-Nya. Shalawat beserta salam, mari kita haturkan bersama kepada Nabi Muhammad saw, juga kepada para keluarganya, sahabatnya, dan semoga melimpah kepada kita semua selaku umatnya. Amin ya Rabbal ‘alamin. Di hari Jumat yang penuh berkah ini, marilah kita meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah swt dengan selalu menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya, dengan selalu berpegang teguh serta mengikuti sunnah-sunnah nabi-Nya.
Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah swt.
Dalam Islam, menjaga keturunan (hifzun nasli) adalah bagian dari perintah agama dan merupakan bagian dari tujuan syariat (maqashid syari’ah). Dalam usaha untuk menjaganya, Islam membentengi umatnya dengan berbagai macam cara. Di antara cara yang digunakan untuk membentengi umat Islam dalam usaha untuk menjaga keturunan ialah sebagai berikut:
Pertama, perintah untuk jangan sekali-kali mendekati zina. Allah ta’ala berfirman dalam surat Al-Isra ayat 32:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةًۗ وَسَاۤءَ سَبِيْلًا
Artinya: “Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan keji dan jalan terburuk”. (Qs. Al-Isra’: 32).
Ayat di atas dengan sangat jelas memberikan penegasan kepada kita agar jangan sesekali bahkan mendekati zina. Dalam hal ini, Imam At-Thabari dalam tafsirnya Jamiul Bayan ‘an Ta’wilil Qur’an menjelaskan bahwa pada ayat di atas Allah memberi penegasan kepada umat Islam agar tidak mendekati zina, sebab zina merupakan perbuatan keji dan mungkar, juga jalan yang terburuk.
Imam At-Thabari menjelaskan bahwa yang dimaksud merupakan jalan terburuk, sebab zina adalah jalan orang yang ahli dalam bermaksiat dan menentang perintah-Nya, maka alangkah buruknya jalan yang menghantarkan pemiliknya kepada neraka Jahanam.
Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah swt.
Perintah yang kedua, ialah perintah agama dalam menjaga pandangan dan kemaluan dari yang tidak halal. Ini masih menjadi bagian cara agama dalam usaha menjaga diri dari terjerumus ke dalam perzinaan. Allah ta’ala berfirman:
قُلْ لِّلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوْا مِنْ اَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوْا فُرُوْجَهُمْۗ ذٰلِكَ اَزْكٰى لَهُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا يَصْنَعُوْنَ
Artinya: “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman hendaklah mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya. Demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang mereka perbuat”. (Qs. An-Nur: 30).
Ayat di atas menjelaskan pentingnya bagi umat Islam untuk menjaga pandangan dan kemaluannya dari sesuatu yang tidak dihalalkan untuknya. Imam As-Suyuthi dalam Tafsirul Jalalain menjelaskan bahwa ayat di atas merupakan perintah tegas dari Allah kepada umat Islam agar menjaga pandangan terhadap lawan jenis dan menjaga kemaluannya. Maksudnya ialah dari hal-hal yang tidak halal untuk mereka lihat, menjaga pula kemaluan mereka dari hal-hal yang tidak halal dilakukan dengannya. Sebab, itu lebih bersih dan baik bagi mereka, sungguh Allah Mahawaspada bagi apa yang mereka perbuat dengan mata dan kemaluan mereka sehingga Allah nantinya akan membalasnya.
Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah swt.
Adapun yang ketiga ialah perintah menjaga diri dan keluarga dari api neraka. Dalam usaha memberantas perzinaan dan tindakan kekerasan seksual, selain harus menjaga diri agar tidak terjerumus, umat Islam juga harus lebih lagi memperhatikan dan waspada terutama dalam mengawasi keluarga baik anak, saudara maupun kemenakan agar tidak terjerumus ke dalam kenistaan. Allah ta’ala berfirman dalam surat At-Tahrim ayat 6:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Mereka tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (Qs. At-Tahrim: 6).
Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah swt.
Saat ini, problem utama yang menjadi sebab maraknya kasus perzinaan dan kekerasan seksual ialah mudahnya mengakses tontonan negatif yang berbau seksualitas dan menjadikannya sumber bencana bagi generasi bangsa. Oleh karenanya, para orang tua memiliki peranan sangat penting terutama dalam menjaga anak-anaknya agar tidak terjerumus ke dalam hal yang negatif. Berikut adalah beberapa hal yang dapat dilakukan orang tua agar anak tidak terjerumus ke dalam tontonan negatif:
1. Mengawasi anak saat menggunakan internet Teknologi yang semakin canggih serta media sosial yang dihuni berbagai macam jenis orang menjadikan setiap orang tua seharusnya lebih waspada terhadap pergaulan anak-anaknya. Terutama pergaulan di media sosial. Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam Mafatihul Ghaib menjelaskan bahwa menjaga diri dan keluarga merupakan keharusan bagi setiap muslim. Menjaga diri dan keluarga tentunya dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Di antaranya dapat dilakukan mendidik dirinya beserta keluarganya dan memerintahkan mereka melakukan amal baik dan mencegah mereka melakukan amal buruk.
2. Membentengi anak dengan pelajaran agama Termasuk kewajiban orang tua ialah membentengi anak dengan pelajaran agama dan nilai-nilai serta norma Islam. Dengan melakukannya, maka orang tua telah melaksanakan kewajibannya sebagai orang tua kepada anak. Dan anak yang tumbuh dalam didikan agama yang baik serta religius akan menjadi bekal mempersiapkan generasi madani untuk bangsa. Rasulullah saw bersabda:
عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَأَنْ يُؤَدِّبَ الرَّجُلُ وَلَدَهُ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَتَصَدَّقَ بِصَاعٍ أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِي
Artinya, “Dari sahabat Jabir bin Samurah ra, Rasulullah saw bersabda, ‘Pengajaran seseorang pada anaknya lebih baik dari (ibadah/pahala) sedekah satu sha,’” (HR At-Tirmidzi).
3. Mengedukasi anak agar memanfaatkan teknologi untuk hal positif Hal penting selanjutnya yang perlu ditanamkan orang tua sejak dini kepada anak-anaknya terkait kemajuan teknologi ialah cara pemanfaatan yang baik. Menjadi sangat penting bagi para orang tua dalam usahanya untuk membentengi anak agar tidak menggunakan teknologi ke arah yang dilarang dalam agama. Misalnya dengan pembelajaran-pembelajaran edukatif melalui kajian atau upgradding lifeskill. Pemanfaatan teknologi untuk hal positif sejak dini, akan menjadi kebiasaan baik yang akan diteruskan hingga dewasa dan menghantarkannya pada kesuksesan.
Demikian, 3 hal yang dapat menjadi landasan bagi kita agar selalu mawas diri dalam menjaga diri kita dan keluarga agar tidak terjerumus ke dalam lembah kehinaan zina. Semoga kita selalu diberikan hidayah dan pertolongan dari Allah dan selalu dalam penjagaannya agar tidak mendekati apalagi melakukan perbuatan keji dan mungkar.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ
Sumber: islam.nu.or.id
Editor: Emha Ainun & bahrulhibr
Posting Komentar